JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan bergerak fluktuatif dengan kecenderungan melemah pada perdagangan Kamis, 13 November 2025.
Rentang yang diproyeksikan berada di kisaran Rp16.720 hingga Rp16.760 per dolar AS. Pergerakan ini mengikuti tren penguatan dolar AS di pasar global, yang menekan rupiah dan membuat investor lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi.
Rupiah ditutup melemah 23 poin atau 0,14% ke level Rp16.717 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS menguat 0,07% menjadi 99,51. Mayoritas mata uang Asia juga mengalami pelemahan pada perdagangan sebelumnya.
Won Korea Selatan turun 0,29%, yen Jepang melemah 0,30%, peso Filipina turun 0,36%, dan baht Thailand melemah 0,22% terhadap dolar AS.
Faktor Global yang Memengaruhi Nilai Tukar
Menurut pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi, keraguan pasar terhadap rencana The Fed untuk memangkas suku bunga lebih lanjut menjadi salah satu faktor utama penguatan dolar AS.
Ketidakpastian tersebut membuat investor kembali memburu aset berbasis dolar, sehingga tekanan terhadap rupiah semakin meningkat.
“Pasar juga mencermati pemeriksaan Mahkamah Agung atas tarif perdagangan Presiden AS Donald Trump, meskipun putusan tampaknya tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat,” ujar Ibrahim.
Situasi ini menjadi pengingat bahwa faktor politik di AS dapat secara signifikan memengaruhi pergerakan mata uang global.
Selain itu, DPR AS dijadwalkan melakukan pemungutan suara terkait pengakhiran penutupan pemerintahan federal (government shutdown). Langkah ini dilakukan setelah RUU pengeluaran disetujui oleh Senat.
Jika disetujui oleh Presiden Trump, maka shutdown terlama dalam sejarah AS akan berakhir. Menurut Ibrahim, berakhirnya government shutdown akan membuka jalan bagi lebih banyak rilis data ekonomi resmi, yang berpotensi meredakan ketidakpastian pasar terhadap prospek ekonomi Amerika Serikat.
Dampak Terhadap Rupiah dan Pasar Asia
Pergerakan rupiah cenderung mengikuti tren mata uang Asia lainnya. Seperti disebutkan, won Korea Selatan dan yen Jepang melemah, begitu juga peso Filipina dan baht Thailand. Penguatan dolar AS ini membuat rupiah berada dalam posisi yang lebih rentan terhadap tekanan jual.
Fluktuasi ini menjadi tantangan bagi pelaku pasar domestik. Investor asing, khususnya, cenderung memperhatikan faktor global sebelum melakukan transaksi di pasar valas Indonesia.
Sementara itu, kondisi ini juga memberi sinyal bagi pelaku pasar domestik untuk lebih waspada terhadap risiko volatilitas, terutama menjelang akhir tahun di mana transaksi dan kebutuhan valas meningkat.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Di sisi domestik, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada 2026 berada di kisaran 5,33%. Angka ini sedikit di bawah target pemerintah dan DPR sebesar 5,4%. Perkiraan tersebut mempertimbangkan kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian serta dinamika domestik yang perlu dijaga.
“Proyeksi tersebut di bawah target Anggaran Pendapatan Belanja Negara [APBN] 2026 sebesar 5,4%. Target pemerintah juga realistis, namun tergantung kecepatan realisasi belanja stimulasi fiskal ke depan,” ujar Ibrahim.
Bank Indonesia juga menekankan kesiapan kebijakan moneter untuk mendukung pertumbuhan. Dukungan ini mencakup kemungkinan penurunan suku bunga serta ekspansi likuiditas melalui instrumen moneter dan makroprudensial. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dan mendukung ekonomi domestik menghadapi tekanan eksternal.
Sentimen Pasar Domestik
Selain faktor global, sentimen pasar domestik juga memengaruhi fluktuasi rupiah. Pergerakan rupiah hari ini diperkirakan tetap fluktuatif, namun berpeluang ditutup melemah di kisaran Rp16.720–Rp16.760 per dolar AS. Faktor yang memengaruhi meliputi kinerja ekonomi, kebijakan moneter, dan likuiditas pasar.
Investor domestik juga memantau langkah-langkah Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar. Mekanisme intervensi moneter dan pengawasan likuiditas menjadi kunci agar fluktuasi rupiah tetap terkendali.
Dalam kondisi ini, pelaku pasar disarankan untuk memperhatikan kombinasi faktor global dan domestik sebelum mengambil keputusan transaksi.
Prospek Jangka Menengah
Dalam jangka menengah, rupiah diperkirakan masih akan bergerak fluktuatif, tergantung pada dinamika kebijakan The Fed, situasi politik AS, serta data ekonomi yang dirilis.
Dukungan dari Bank Indonesia melalui kebijakan moneter dan makroprudensial menjadi salah satu faktor penyeimbang agar rupiah tidak terlalu tertekan.
“Kondisi global memang memengaruhi nilai tukar, namun fundamental ekonomi domestik tetap menjadi penguat bagi rupiah,” tambah Ibrahim. Dengan stabilitas ekonomi yang relatif baik, tekanan terhadap rupiah diharapkan tidak berlarut-larut, meski fluktuasi tetap terjadi.
Secara keseluruhan, nilai tukar rupiah menghadapi tekanan dari penguatan dolar AS akibat faktor global, termasuk ketidakpastian kebijakan moneter dan dinamika politik di Amerika Serikat. Di sisi lain, dukungan Bank Indonesia dan proyeksi pertumbuhan ekonomi domestik memberikan bantalan bagi rupiah.
Dengan memperhatikan kondisi tersebut, rupiah diprediksi bergerak fluktuatif, namun berpeluang ditutup melemah di kisaran Rp16.720–Rp16.760 per dolar AS.
Investor dan pelaku pasar diharapkan memperhatikan kombinasi faktor global dan domestik sebelum mengambil keputusan transaksi, guna menjaga eksposur risiko dan memanfaatkan peluang yang ada di pasar valuta asing.